Bangunan Masjid Tertua di Indonesia


 SEJARAH MASJID WAPAUWE  


              Masjid Wapauwe pada awalnya berdiri sekitar tahun 1414 di Desa Kaitetu, Pulau Ambon, Jasirah Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.Mulanya Masjid ini bernama Masjid Wawane karena dibangun di Lereng Gunung Wawane oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara). Kedatangan Perdana Jamilu ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M, yakni untuk mengembangkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly, yang sebelumnya sudah dibawa oleh mubaligh dari negeri Arab.  Kedatangan mubaligh dari Arab ini bertujuan untuk mensyiarkan agama Islam di tanah Maluku.Masjid yang masih dipertahankan dalam arsitektur aslinya ini, berdiri di atas sebidang tanah yang oleh warga setempat diberi namaTeon Samaiha. Bangunan ini Bangunan induk Masjid Wapauwe hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter. Letaknya di antara pemukiman penduduk Kaitetu dalam bentuk yang sangat sederhana.Kemudian bangunan Masjid ini mengalami perpindahan tempat akibat gangguan dari Belanda yang menginjakkan kakinya di Tanah Hitu pada tahun 1580 setelah Portugis di tahun 1512. Sebelum pecah Perang Wawane tahun 1634, Belanda sudah mengganggu kedamaian penduduk lima kampung yang telah menganut ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari. Merasa tidak aman dengan ulah Belanda, Masjid Wawane dipindahkan pada tahun 1614 ke Kampung Tehala yang berjarak 6 kilometer sebelah timur Wawane. Kondisi tempat pertama masjid ini berada yakni di Lereng Gunung Wawane, dan sekarang ini sudah menyerupai kuburan..Tempat kedua masjid ini berada di suatu daratan dimana banyak tumbuh pepohonan mangga hutan atau mangga berabu yang dalam bahasa Kaitetu disebut Wapa.Itulah sebabnya masjid ini diganti namanya dengan sebutan Masjid Wapauwe, artinya masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu.
A.   Pendirian Masjid
Masjid di Desa Kaitetu, Pulau Ambon, Jasirah Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.pertama kali di bangun oleh perdana Jamilu bersama warga desa di Kaitetu, jamilu merupakan seorang seorang penyiar agama dari islam, beliau datang ke Maluku bersama empat pernada lainnya dan tugasnya untuk menyiarkan agam islam di Maluku yang sebelumnya sudah dilaksanakan oleh para mubaligh dari arab. Jamilu mengajarkan Islam di Negeri Asen, Wawane, Atetu, Tehala, dan Nukuhaly, di pegunungan Wawane yang sebelumnya sudah dibawa oleh mubaligh dari Timur Tengah.Jamilu jugalah yang mengajak masyarakat mendirikan mesjid di atas Bukit Wawane, sekitar 8 km sebelah selatan pesisir pantai.

·         Factor penyebab berdirinya  masjid Wapauwe
a.    Sebagai tempat penyiaran agama islam di Maluku
Tujuan utama didirikannya bangunan masjid di Desa Keituetu adalah sebagai tempat penyiaran agama Islam di daerah ini sehingga islam lebih cepat di pahami oleh warga sekitar maupun masyarakat Maluku.
b.    Sebagai sarana penunjang kegiatan  keagamaan di Maluku.
Masjid wawene ataumasjid Wapauwe dibangun di desa keitetu sebagai alat fungsi untuk sarana penunjang kegiatan keagamaan di daerah tersebut..
B.    Empat Perdana Hitu
Etimologi kata Empat perdana Hitu perdana menurut bahasa sansakerta berarti pertama.empat perdana adala kelompok orang pertama yang mendatangi tanah Hitu, pemimpin dari Empat kelompok dalam bahasa Hitu disebut Hitu Upu Hata atau Empat Perdana Tanah Hitu.edatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu sebagai penduduk asli Pulau Ambon. Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian dari penyiar Islam di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku
Periode kedatangan Empat Perdana Hitu
a.    Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis.
Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.
b.    Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.
1.    Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari :
Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari
Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban.
Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa beliau ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala beliau singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
2.    Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan beliau, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan beliau tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.
3.    Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
4.    Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
5.    Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.
c.    Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari Kapitan Hitu I.
d.    Sebagai Pendatang terakhir adalah Kie Patti dari Gorom (P. Seram bagian Timur) tiba di Tanah Hitu pada tahun 1468 yaitu pada waktu asar (Waktu Salat) sore hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Halo Pa’u artinya Kuning sesuai corak warna langit pada waktu Ashar (waktu salat).
Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu marga Olong. Kie Patti disebut juga Perdana Pattituban, kerena beliau pernah diutus ke Tuban untuk memastikan sistim pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu.
C.   Renovasi masjid
masjid Wapauwe ini mengalami beberapa renovasi diantaranya adalah.
1.    pada tahun 1464 direnovasi oleh Jamilu,
2.    pada tahun 1895  direnovasi oleh masyarakat desa Keitetu dengan menambah serambi di bagian depan atau bagian timur masjid
3.    pada tahun 1959 dengan mengganti atap yang semula menggunakan kerikil diganti dengan masjid menggunakan semen PC
4.    pada desember 1990-januari 1991 dengan mengganti 12 tiang penyangga dan balok topang atap
5.    pada tahun 1993 dengan mengganti balok penadah kasau dan bumbungan dengan tidak mengganti 4 buah tiang utama sebagai kolom utama.
6.    pada tahun 1997 dengan mengganti atap masjid yang semula menggunakan seng diganti dengan bahan awal atap masjid yaitu nipah( pelepah sagu), kemudian atap nipah rutin diganti selama 5 tahun sekali.
D.   Faktor perpindahan masjid
Pada tahun 1614 masjid Wapauwe di pindahkan ke Kampung Tehala yang berjarak 6 kilometer sebelah timur Wawanedan proses pemindahan masjid ini disebabkan oleh beberapa factor yaitu:
1.    factor kedatangan bangsa asing.
factor kedatangan bangsa Portugis yang datang dari Eropa untuk mencari rempah-rempah di nusantara dan tiba pada tahun 1512, kemudian kedatangan bangsa Belanda yang menggangu kehidupan masyarakat yang menganut agama silam di lima desa, bangsa Belanda datang pada  tahun 1580 ke maluku, kedatangan belanda ini menyebabkan berpindahnya letak masjid
2.    factor gaib
Menurut cerita rakyat setempat, dikisahkan ketika masyarakat Tehala, Atetu dan Nukuhaly turun ke pesisir pantai dan bergabung menjadi negeri Kaitetu, Masjid Wapauwe masih berada di dataran Tehala. Namun pada suatu pagi, ketika masyarakat bangun dari tidurnya masjid secara gaib telah berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di tanah Teon Samaiha, lengkap dengan segala kelengkapannya.


E.    Konstruksi bangunan masjid Wapauwe
konstruksi yang ada di dalam bangunan masjid Wapauwe ini masih asli dan dipertahankan arsitektur konstruksinya sejak pembangunan awal masjid. Bangunan masjid ini terbilang sangat unik. Arsitektur tradisionalnya bersifat elementer sehingga bagian-bagiannya mudah dilepas dan dapat dipasang kembali

a.    atap tajug bertingkat yang dipengaruhi oleh arsitektur Jawa. Saka guru menggunakan kayu cukup besar berukuran 22 x 22 cm­2. Bagian atas saka guru ditutup dengan atap piramidal yang kemiringannya cukup tajam, di bagian lebih rendah terdapat atap bidang miring yang tidak setajam yang di atas. Di antara atap bagian atas dan atap bagian bawah terdapat beberapa jendela yang berfungsi sebagai ventilasi udara. Atap masjid awalnya hanya menggunakan gemutu dan ijuk. Keempat sudut  atap bagian bawah (berbentuk empat persegi) menjorok ke luar yang ujungnya melebar dan membentuk sebagian dari elips seperti daun.Di setiap ujungnya terdapat ukiran bertuliskankalimat Allah SWT dan Muhammad SAW http://melayuonline.com/ind/history/dig/370e.com/ind
b.    Konstruksi dinding masjid menggunakan konstruksi  gaba-gaba (pelepah sagu yang kering) konstruksi ini menggunakan konstruksi yang mengandung unsur local daerah.
c.    Bangunan inti masjid ini awalnya berukuran 9 x 9 meter (menurut sumber lain adalah 10 x 10 meter). Namun, pada renovasi yang kedua (tahun 1895) ditambahkan serambi yang berukuran 6,35 x 4,75 meter. Meski demikian, bangunan aslinya masih tetap terjaga keaslihan dan keutuhan bangunannya.


2. letak Geografis
a.    Letak geografis masjid Wapauwe
Masjid Wapauwe berdiri di wilayah yang selama ini dikenal sebagai peninggalan-peninggalan sejarah yang bernilai penting. Sekitar 150 meter arah utara masjid terdapat gereja tua peninggalan Belanda dan Purtugis yang telah hancur akibat konflik besar di Ambon pada tahun 1999. Sebelah utara gereja yang berjarak 50 meter juga terdapat sebuah benteng tua New Amsterdam peninggalan Belanda yang awalnya merupakan loji Portugis. Benteng itu adalah saksi sejarah Perang Wawane (1634-1643) dan Perang Kapahana (1643-1646).   Sejarah awal mula dan aslinya, masjid ini terletak di Desa Wawane yang terletak di lereng Gunung Wawane. Masjid ini sempat pindah ke Desa Tahella, yang kemudian pindah lagi ke Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Pulau Ambon, Provinsi Maluku, Indonesia, yang hingga kini masih eksis. Jadi, secara fisik masjid tersebut berada pada tempat yang terakhir ini. Tempat masjid ini berjarak 46,2 kilometer dari Kotamadya Ambon.

b.    Letak geografis Maluku utara
Letak Geografis dan Batas Wilayah
Secara geografis Provinsi Maluku Utara terletak diantara 3,09o Lintang Utara – 2o10’ Lintang
Selatan dan 123o – 129o Bujur timur dengan batas wilayah sebagai berikut :
Utara = Samudra Pasifik
1.    PENGERTIAN ARSITEKTUR
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota perancangan perkotaan arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut. Kehadiran arsitektur berawal dari manfaat dan kebutuhan-kebutuhan sebuah bangunan untuk melayani fungsi-fungsi tertentu, yang diekspresikan oleh seorang arsitek melalui gambar kerja. Kebutuhan sebuah bangunan akan ruang-ruang dalam lingkup interior maupun eksterior, bermula pada sebuah kebutuhan dari pengguna bangunan (Fikriarini, 2006: 7).
a.    Pengertian Umum
Arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia dengan bahagia. Arsitektur merupakan titik tumpu dari hasil usaha orang-orang yang melahirkannya, serta merupakan  suatu konsepsi yang sesuai dengan keadaan, tingkat kecakapan serta penghayatan masyarakat terhadap arsitektur tersebut pada suatu saat tertentu.. (. Abdul Rochym, 1983)
b.    Pengertian Islam
Arsitektur sebagai salah satu bidang keilmuan, hendaknya juga selalu berpijak pada nilai-nilai Islam yang bersumber pada al-Qur’an.Al-Qur’an tentunya merupakan dasar bagi pengembangan berbagai bidang keilmuan, salah satunya keilmuan arsitektur.Wujud arsitektur yang muncul sebagai hasil kreasi seorang arsitek, hendaknya melambangkan nilai-nilai Islam serta berpedoman pada Al-Quran sebagai pegangan hidup Orang Islam.
2.    Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Arsitektur
a.    Faktor unsur daerah
Perkembangan arsitektur dapat dipengaruhi oleh unsure daerah perkembangan arsitektur, karena tiap daerah tentunya memiliki  cirri khas yang berbeda sehingga perpaduan antara arsitektur local dengan arsitektur pada umumnya akan menyebabkan munculnya gaya arsitektur terbaru.
b.    Faktor pengaruh Agama
Arsitektur dapat dipengaruhi dengan unsur agama pada tiap-tiap daerah  perkembangan arsitektur .
c.    Faktor historis sebagai latar belakang
Tumbuh dan berkembangnya arsitektur bangunan masjid sebagai salah bagian dari arsitektur Indonesia tentunya mempunyai latar belakang yang menjadi alasan kelahiran arsitektur masjid, setiap uraian yang berhubungan dengan tumbuhnya bangunan masjid dalam arsitektur islam merupakan bahan terpenting sebagai latar belakang factor historis masjid.
3.    Ornamen-ornamen yang ada pada masjid wapauwe .
1.    Atap
Atap masjid wapauwe ini terbuat dari daun rumbia, yang dipakai  sebagai penutup masjid, pemakaian daun rumbia ini sebagai unsure-unsur local pembawaaan daerah yang mencerminkan keadaan lingkungan alam yang ada disekitarnya, disinin alam berfungsi sebagai penyedia bahan –bahan yang digunakan untuk membuat masjid.
Atap masjid awalnya hanya menggunakan gemutu dan ijuk. Keempat sudut  atap bagian bawah (berbentuk empat persegi) menjorok ke luar yang ujungnya melebar dan membentuk sebagian dari elips seperti daun. Di setiap ujungnya terdapat ukiran bertuliskan kalimat Allah dan Muhammad
2.    Dinding  masjid terbuat dari kerangka kayu dan pelepah rumbia. Pada awalnya, masjid ini hanya berdinding tanah. Dalam perkembangannya kemudian diberi dinding gaba-gaba (pelepah sagu) dan setengah tembok dengan campuran kapur. Setelah itu, terjadi penambahan renovasi yang tidak merubah bentuk aslinya. Mihrab masjid berukuran 2 x 2 meter, lama kelamaan dinding masjid diganti dengan dinding tanah terbuat dari bahan-bahan yang tersedia dari alam, dalam hal ini alam sebgai penyedia segala kebutuhan dalam masjid. Alam merupakan unsur local pembawaan lingkungan yang membantu untuk membuat bangunan yang bersumber dari alam.
3.    Penyangga masjid
masjid ini dirancang tanpa menggunakan paku, tapi hanya menggunakan pasak kayu pada setiap sambungan kayu. Di ikat dengan tali Konstruksi yang unik ini memungkinkan bangunan fisik masjid dapat dipindah-pindah.
4.    Mimbar masjid
Pada awal pembangunannya masjid ini tidak meiliki mimbar namunn setelah dilakukannya renovasi besar-besaran pada sekitar tahun 1990- 1991.Mimbar ini kemudian dipasang.


5.    Jendela
Pada bangunan masjid wapauwe ini masih menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari kayu yang sama seperti bangunan jendela pada umumnya.

6.    lampu
lampu seperti ini biasanya ada pada bangunan masji-masjid kuno pada umumnya, lampu ini bukan merupakan sebagai lampu yang sama umumnya dengan masjid akan tetapi lampu ini hanya sebagai pernak-pernik masjid saja.
4.    Peninggalan-peninggalan dalam masjid
a.    Al-Quran Mushaf
Dalam masjid ini dihiasi dengan mushaf al-Qur‘an yang merupakan mushaf tertua di Indonesia, yaitu mushaf Imam Muhammad Arikulapessy (imam pertama masjid Wapauwe) yang selesai ditulis tangan di atas kertas Eropa pada tahun 1550. Di samping itu, juga terdapat mushaf Nur Cahya (cucu Imam Muhammad Arikulapessy) yang selesai ditulis pada tahun 1590. Nur Cahya juga menulis karya-karya lain yang juga ditempatkan di dalam masjid, yaitu kitab Barzanji (yang berisi tentang riwayat dan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW)
b.    Naskah Kutbah
kumpulan khutbah Ramadhan tahun I661
c.    Manuskrip Islam
 manuskrip Islam yang telah berumur ratusan tahun masih terdapat dalam masjid ini
d.    Timbangan Kuno
Di dalam masjid juga terdapat batu dan timbangan kayu untuk menentukan jumlah zakat fitrah bagi penduduk asli pada saat itu.
Kesemuanya peninggalan sejarah tadi, saat ini merupakan pusaka Marga Hatuwe yang masih tersimpan dengan baik di rumah pusaka Hatuwe yang dirawat oleh Abdul Rachim Hatuwe, Keturunan XII Imam Muhammad Arikulapessy. Jarak antara rumah pusaka Hatuwe dengan Masjid Wapauwe hanya 50 meter.



Daftar Pustaka
Fikriarini, Aulia & Eka Putrie, Yulia. 2006. Membaca Konsep Arsitektur Vitruvius dalam Al Qur’an. Malang: UIN Malang Press
Republika (www.republika.co.id), 22 Januari 2006.
Rochym Abdul, Masjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia,Angkasa, Anggota IKAPI, Bandung,1988
Yulianto Sumalyo, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), cet. 2.
Zein Baqir Abdul, Masjid-masjid bersejarah di Indonesia, Gema Insani, Jakarta,1999
Share this post :

+ komentar + 1 komentar

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. 1001 SEJARAH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger