Seri Tokoh Pembebasan Nasional » Tokoh
Budi Utomo Menuju Sarekat Islam (Bagian Kedua/selesai)
Tirto Adisurjo ialah bekas murid Stovia, seperti juga Soewardi Soerjaningrat. Ia kemudian menjadi pemimpin redaksi majalah Medan Priyayi. Melihat majalah yang dipimpinnya itu jelas dia condong kepada gerakan priyayi. Berturut-turut didirikannya pada tahun 1909 Sarekat dagang Islam di Batavia (Jakarta), dan tahun 1911 Sarekat Dagang Islam di Bogor. Seperti dikatakan olehnya, maksud mendirikan perkumpulan ini ialah untuk menentang perbuatan curang saudagar Cina yang menual bahan batik dengan berpedoman : “Menjual barang yang busuk dengan harga yang mahal.” Ini ucapannya untuk berpropaganda. Tetapi dengan berpropaganda semacam itu tidak akan mendapat banyak pengikut.
Maka Raden Mas Tirto Adisurjo pun berkeliling ke seluruh Jawa, meskipun yang dikunjungi hanya kota-kota besar saja. Di kota-kota besar itu, masing-masing dianjurkannya mendirikan Sarekat Dagang Islam. Akhirnya dia sampai Sala dan di sana dicobanya pula mendirikan Sarekat Dagang Islam dengan semboyan : “Kebebasan ekonomi rakyat menjadi tujuan, Islam jiwanya, guna kekuatan dan persatuan”. Perkumpulan yang didirikan di Sala itu diketuai oleh Haji Samanhudi, merupakan cabang dari Sarekat Dagang Islam yang ada di Bogor dan diberi nama pergerakan. Sifat perkumpulan itu disebutnya nasional demokratis. Ini berbau politik, tetapi dikemukakan sebagai kata berselimut.
Nama Sarekat Dagang Islam itu tidak lama, karena kemudian dijadikan Sarekat Islam, sebagaimana direncanakan oleh Raden Mas Tirto Adisurjo. Peraturan Dasarnya disusun pada tanggal 9 November 1911, antara lain :
Pasal 1 : Perkumpulan Sarekat Islam akan didirikan pada tiap-tiap tempat di mana terdapat anggota sekurang-kurangnya 50 orang. (Jadi rencananya untuk menyebarkan sarekat Islam di seluruh Jawa, tetapi di tiap-tiap tempat harus ada 50 orang anggota. Kalau anggotanya kurang dari 50 orang, tidak diadakan.)
Pasal 2 : Tujuannya :
1. Mencapai supaya anggota satu sama lain bergaul sebagai saudara. Dasarnya ialah: Agama Islam, menurut perseorangan, satu sama lain sebagai saudara.
2. Memperkuat semangat persatuan dan bahu-membahu antara umat Islam. (Masih didasarkan pada Islam.)
3. Yang lain-lain dengan jalan yang sah yang tidak bertentangan dengan Undang-undang negeri dan pendirian pemerintah. (Jadi tidak boleh bertentangan dengan peraturan negerii dan pemerintah, meninggikan derajat bangsa untuk mencapai perkembangan kemajuan dan kebesaran negeri.)
2. Memperkuat semangat persatuan dan bahu-membahu antara umat Islam. (Masih didasarkan pada Islam.)
3. Yang lain-lain dengan jalan yang sah yang tidak bertentangan dengan Undang-undang negeri dan pendirian pemerintah. (Jadi tidak boleh bertentangan dengan peraturan negerii dan pemerintah, meninggikan derajat bangsa untuk mencapai perkembangan kemajuan dan kebesaran negeri.)
Sekalipun tidak berpolitik, hal itu sudah merupakan politik. Meninggikan derajat bangsa untuk mencapai perkembangan , kemajuan dan kebesaran negeri hanya bisa dicapai dengan gerakan politik.
Tetapi, di luar dari itu semua, belum didapat keterangan, apa sebabnya waktu itu tidak ada hubungannya dengan Tjokroaminoto.
Sarekat Islam kemudian hari didirikan kembali oleh Raden Oemar Said Tjokroaminoto. Dulu ia bekerja pada salah satu onderneming.
Sarekat Islam ini didirikan kembali atas nama Haji Samanhudi, tetapi dia kemudian menjadi pembantunya. Selain Haji Samanhudi, yang ikut menjadi pendiri ialah beberapa orang saudagar di Sala dan 4 orang pegawai Kasunanan. Perkumpulan ini didirikan berdasarkan Akte Notaris 10 September 1912, jadi setahun sesudah Tirto Adisurjo membuat Sarekat Islam.
Peraturan Sarekat Islam disusun lagi berdasarkan Akte Notaris tersebut di atas. Jadi sampai waktu itu sudah ada dua Sarekat Islam. Yang ppertama ialah yang didirikan Tirto Adisurjo, yang peraturannya tidak dibuat berdasarkan Akte Notaris, melainkan dibuatnya sendiri.
Tujuan Sarekat Islam Kedua:
1. Memajukan semangat dagang.
2. Membantu anggota yang dalam kesusahan. (jadi memperkuat rasa persatuan, kalau ada anggota yang kesusahan dibantu.)
3. Memperbesar kemajuan pengetahuan dan kepentingan ekonomi rakyat. (Ini sudah menuju kepada rakyat. TirtoAdisurjo hanya memperhatikan kaum dagang saja. Tetapi yang kedua ini sudah menuju kepada kepentingan ekonomi rakyat.)
4. Menjaga supaya jangan terdapat pengertian yang salah tentang Islam dan memperkuat penghidupan agama di kalangan rakyat, sesuai dengan undang-undang dari ibadat agama itu masing-masing.
2. Membantu anggota yang dalam kesusahan. (jadi memperkuat rasa persatuan, kalau ada anggota yang kesusahan dibantu.)
3. Memperbesar kemajuan pengetahuan dan kepentingan ekonomi rakyat. (Ini sudah menuju kepada rakyat. TirtoAdisurjo hanya memperhatikan kaum dagang saja. Tetapi yang kedua ini sudah menuju kepada kepentingan ekonomi rakyat.)
4. Menjaga supaya jangan terdapat pengertian yang salah tentang Islam dan memperkuat penghidupan agama di kalangan rakyat, sesuai dengan undang-undang dari ibadat agama itu masing-masing.
Semuanya itu ditambahkan secara hati-hati dan melalui jalan yang sah, yang tidak bertentangan dengan kesejahteraan umum serta adat-istiadat yang baik. Corak politik masih diselimuti, sebab ada pasal 111 Regerings Reglement yang melarang adanya partai politik. Secara sah ada tujuan politik dalam Sarekat Islam itu, tetapi diselimuti. Sementara itu memang sudah dapat dirasakan adanya gerakan yang akan berkembang ke bidang politik.
Bagaimanapun juga pers Belanda Kolonial tidak diam, karena telah mengerti dan dapat menyelidiki dalam-dalam. Sebab itu gerakan Sarekat Islam dihantam sehebat-hebatnya dalam pers Belanda, malah dituduh menjadi cabang Gerakan Pan Islamisme yang berpusat di Turki.
Sarekat Islam mengadakan kongres yang pertama di Surabaya pada tanggal 26 Januari 1913. Beribu-ribu, mungkin bahkan puluhan ribu mengunjungi kongres itu. Ketika itu belum ada microphone seperti sekarang, sehingga orang yang ingin hadir, mendengar ataupun tidak, tetap pergi ke Surabaya. Pada waktu itu belum ada larangan bagi orang untuk mengadakan rapat di tempat umum. Baru kemudian larangan itu datang, dan rapat hanya dibolehkan dalam gedung tertutup. Jadi waktu itu orang bisa mengadakan rapat di kebun binatang atau di tempat terbuka. Orang datang ke tempat itu sekalipun tidak mendengar, karena tujuannya untuk menunjukkan simpatinya kepada gerakan. Berpuluh ribu orang datang sebagai simpatisan gerakan Sarekat Islam. Karena umat Islam Surabaya banyak sekali yang datang ke kongres, maka diadakanlah rapat umum. Dalam rapat itu haji Samanhudi diakui sebagai pembantu Sarekat Islam, sedangkan ketuanya ialah Tjokroaminoto. Dengan demikian yang diakui di sini ialah Haji Samanhudi, sungguhpun dia sudah didahului oleh Tirto Adisurjo. Sesudah itu Tirto Adisurjo tidak muncul lagi. Walaupun begitu boleh dikatakan dialah yang membuka atau merintis jalan berdirinya Sarekat Dagang Islam.
Sekarang Tjokroaminoto telah mendirikan Sarekat Islam dengan Akte Notaris yang peraturan-peraturannya telah ditetapkan sendiri. Dalam Pidato pembukaan pada kongres tersebut dikatakan oleh Tjokroaminoto bahwa tujuan Sarekat Islam ialah mengangkat derajat bangsa. Itu nyata-nyata disebut, untuk menghindarkan kesan bahwa Sarekat Islam adalah partai politik. Sebab, seperti telah disebutkan diatas, gerakan itu dimana-mana dihantam oleh Pers Putih, dikatakan bahwa Sarekat Islam tidak lain ialah cabang Pan Islamisme yang berpusat di Konstantinopel (Istambul).
Perlu pula kita perhatikan apa yang dikatakannya dalam kongres berdasarkan Regering Reglement No. 55. Dia berkata: “Apabila kita ditindas, kita akan minta pertolongan pemerintah. Kita loyal terhadap pemerintah Belanda. Tidak benar yang kita mau menghasut, tidak benar yang kita mau perang sabil. Siapa yang mengatakan begitu tidak beres otaknya. Kita tidak mau berbuat begitu, seribu kali tidak.”
Ini perkataan di rapat umum, dikatakan oleh Tjokroaminoto. Ia seorang orator yang bukan main hebatnya. Suaranya seperti gon. Barangkali sampai sekarang belum ada yang bisa disamakan dengan dia sebagai orator. Sekalipun Sukarno berpidato hebat, dia tidak bisa mengatasi Tjokroaminoto.
Saya hanya sekali mendengar pidatonya, yaitu tahun 1921 di Deca Park, jakarta, walaupun tidak sempat mendengarkan seluruhnya. Waktu itu ada rapat umum untuk memprotes ancaman Gubernur Jenderal. Tjokroaminoto hampir selesai bicara waktu saya datang. Saya dapat merasakan suaranya yang seperti gong.
Ternyata kongres Sarekat Islam yang pertama di Surabaya itu sangat mempengaruhi kesadaran kebangsaan. Kemudian Sarekat Islam diakui rechtspersoon, tidak secara keseluruhan diakui, tetapi satu-satu atau setempat-tempatnya. Anggota beratus ribu, bahkan pernah mencapai satu juta.
Dengan berdirinya Sarekat Islam di mana-mana, hiduplah perasaan rakyat. Rakyat menjadi tahu merasa-rasakan, tetapi belum pandai mengeluarkan suara.
Sebelum Sarekat Islam berdiri rakyat hanya mempunyai kewajiban, yaitu kewajiban sebagai rakyat, tetapi tidak mempunyai hak sebagai rakyat. Dengan diadakannya Kongres Sarekat Islam pertama, terasalah oleh rakyat bahwa ia mempunyai hak.
Pembicaraan-pembicaraan di dalam kongres dititikberatkan kepada perekonomian rakyat yang harus dilindungi. Kemudian dikemukakan juga tentang kewajiban membela Islam dari tuduhan Pers Putih yang tidak benar. Ditambah lagi dengan anjuran-anjuran untuk memperkuat persatuan Islam. Tetapi diantara baris, terseliplah tujuan politik yang tidak diumumkan. Ucapan yang mengandung tuntutan sebagai perlindungan dari tindasan golongan yang kuat, sering dikatakan.
Kalangan sarjana memandang bangkitnya Sarekat Islam itu sebagai pembentukan hukum atau suatu proses baru tentang pembentukan hukum.
Waktu saya belajar di Negeri Belanda dan mempelajari teori Krabbe, maka terasa bahwa memang benar rakyat sedang merasakan keadilan akan hukum. Jadi proses baru tentang hukum tadi diinsafi oleh kaum intelegensia, bukan saja orang Indonesia tetapi juga orang Belanda.
Orang-orang Belanda yang disebut golongan etis mengakui hal itu dalam surat-surat kabar Belanda. Inilah permulaan dari proses keindafan hukum. Terlihatlah bahwa masyarakat telah membangung alatnya sendiri, yang dulu tidak ada.
Zaman dulu, untuk membicarakan segala rupa persoalan, orang didesa mengadakan rapat atau musyawarah. Kini rapat atau musyawarah itu telah berpindah ke kota-kota, menjadi alat untuk membicarakan apa saja yang dianggap menjadi persoalan. Ini merupakan hal baru. Sebelumnya tidak ada.
Di desa-desa dulu kalau ada apa-apa yang akan dibicarakan, diadakan rapat oleh lurah dan penduduk Desa. Sekarang terasa, rapat atau musyawarah telah menjadi alat pergerakan diluar jentra pemerintah.
Dulu, kakalu masuk Gementeraad (Dewan Kota), orang segera mengetahui bahwa rapat itu diatur oleh pemerintah. Tetapi diluar mekanik jentra pemerintah, kini pengurus perkumpulan dianggap menyorongkan dirinya di antara rakyat dan pemerintah. Jadi hal itu dianggap juga sebagai meringankan beban yang ditekankan oleh pemerintah ke bawah. Pengurus merasakan dirinya sebagai perantara.
Lambat laun timbullah status baru dalam penghidupan yaitu Institut Pemimpin Rakyat yang diakui. Jadi antara pemerintah dan rakyat ada Institut Pemimpin Rakyat yang menyampaikan apa saja yang terasa oleh rakyat kepada pemerintah. Maka mulai saat itu Sarekat Islam menjadi satu masalah sosial. Ini merupakan satu kejadian yang luar biasa.
Saya kira inilah yang menjadi alasan mengapa Gubernur Jenderal Idenburg tidak mau mengakui Sarekat Islam sebagai satu rechtspersoon. Dia hanya mau mengakui tiap-tiap cabang Sarekat Islam, jadi hanya mau mengakui rechtspersoon setempat-setempat,sekalipun statuten-nya dimana-mana sama.
Pada waktu diadakan kongres yang kedua, cabang Sarekat Islam sudah ada 86. Dikatakan cabang, padahal sebenarnya masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Delapan puluh enam cabang itu hanya yang di Jawa saja. Di Sumatra dan lain-lain pulau ada juga, tetap hanya satu dua.
Demikianlah seluruh cabang itu semuanya diakui satu-satu sebagai Sarekat Islam setempat. Alasan Idenburg ialah, kalau diakui seluruhnya sebagai suatu kesatuan, bilaman satu bagian saja bersalah, maka akan disalahkan semua dan dibubarkan semua. Itu alasan logisnya, mengapa ia mengakui Sarekat Islam hanya setempat-tempatnya. Dengan alasan tersebut, Idenburg mengakui satu persatu saja dulu. Alasan itu didasarkan atas Koninklijk Besluit tanggal 14 Mei tahun 1913 yang dapat melarang berdirinya satu perkumpulan atas dugaan dapat mengganggu ketentraman umum, sekalipun perkumpulan itu tidak berbuat apa-apa yang bertentangan dengan statuen.
Apakah benar itu alasan yang dimaksud, saya tidak tahu. Namun umum merasakan bahwa itu sebagai politik divide et empera. Dihasutnya Sarekat Islam yang satu terhadap yang lain.
Kemudian Sarekat Islam mengadakan Sentral Sarekat Islam, yang tujuannya ialah untuk menyatukan Sarekat-Sarekat Islam. Anggota terdiri dari Sarekat Islam satu per satu. Tetapi hal itu baru terjadi kemudian, sesudah tahun 1916.
Demikianlah tentang Budi Utomo sampai Sarekat Islam.
*) Ceramah Bung Hatta di Gedung Kebangkitan Nasional pada tanggal 22 Mei 1974.
Baca Juga:
- Budi Utomo Menuju Sarekat Islam (Bagian Pertama)
- Dari Kebangkitan Islam untuk Kemerdekaan (Bagian Pertama)
- Cara Haji Misbach Melawan Penyimpangan Dalam Islam
- Indische Partij- Douwes Dekker
+ komentar + 2 komentar
mntap gan
bandar sabung ayam
Posting Komentar